|
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Anak-anak dalam keluarga adalah buah
hati sibirang tulang. Anak-anak dalam keluarga adalah permata dalam rumah
tangga. Anak-anak dalam rumah tangga adalah amanat Allah yang perlu dipelihara
dengan sebaik-baiknya. Demikianlah beberapa ungkaan masyarakat tersebar luas
dalam mendudukan anak pada tempat yang cukup mulia dan berharga.
Sedangkan “keluarga” dalam skripsi
ini adalah keluarga menurut Pure Family Sistem (sitem keluarga pokok),
yang terdiri dari bapak, ibu dan anak; bukan keluarga menurut Ekstented Family
Sistem, yang terdiri dari bapak, ibu, anak, kakek, nenek, mertua, keponakan dan
sebagainya, seperti yang terdapat dikalangan bangsa Indonesia.[1]
|
Setiap keluarga
menyadari bahwa pada hakekatnya anak-anak adalah amanat Allah SWT. yang
dipercayakan (diamanatkan) pada dirinya. Kesadaran para keluarga muslim akan
hakekat anak mereka sebagai amanat Allah SWT. ini sepantasnya ditanggapi dengan
penuh tanggung jawab. Setiap orang pasti menyadari bahwa Allah memerintahkan
kepada hamba-Nya agar mengembankan amatat itu dengan baik. Dan disisi lain,
Dia-pun berfirman:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui(QS. Al-Anfal:27)[3]
Dengan demikian, maka orang tua
muslim pantang untuk mengkhianati amanat Allah berupa dikaruniakannya anak
kepada mereka. Dan hukum mengembannya wajib bagi mereka.[4]
Di antara sekian perintah Allah yang berkenaan
dengan amanat-Nya yang berupa anak adalah bahwa
setiap orang tua muslim wajib mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan
baik dan benar, agar mereka tidak menjadi anak-anak yang lemah iman atau lemah
kehidupan duniawi.
Sebagaimana firman-Nyadalam surat
An-Nisa’ ayat 9:
Artinya : Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An-Nisa : 9)[5]
.
Islam memandang
keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, melainkan lebih
dari itu, yakni sebagai lembaga hidup manusia ynag memberi peluang kepada
anggotanya untuk hidup bahagia atau celaka dunia dan akhirat. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi keluarga untuk melaksanakan fungsinya sebagai badan
pendidikan terutama yang berkenaan dengan nilai-nilai islam. Allah berfirman:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. At-Tahrim : 6)
Ayat Al-Qur'an tersebut mengandung
perintah agar kita orang mukmin menjaga diri dan keluarga dari api neraka.
Orang tua memiliki peranan penting dalam rangka pendidikan islam terhadap
anak-anaknya. Jika ditinjau dari segi pendidikan, berarti kita diperintahkan
mendidik diri dan keluarga supaya memiliki jiwayang mampu menahan perbuatan
yang akan menjerumuskan kedalam jalan kesesatan, perbuatan yang menarik pada
sikap durhaka kepada Allah SWT. yang akhurnya bisa mengakibatkan siksa di
neraka.
Setiap orang tua pasti mendambakan
anak yang shalih, berakhlak mulia, berguna bagi nusa dan bangsa. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut orang tua memiliki peran yang sangat penting, sebab
keluarga merupakan arena pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, sebab
setelah kelahirannya, ia berinteraksi dengan orang tua dan keluarganya.
Anak lahir ke dunia dalam keadaan
fitrah. Ia tiada mempunyai dosa warisan dari siapapun juga. jelaslah bahwa
pendidikan yang diberikan orang tua sangat berpengaruh bagi anak sehingga jika
pendidikan tersebut tidak baik, maka hasilnya juga tidak baik. Demikian pula
bila orang tua berusaha dan melakukan pendidikan terhadap anaknya dengan baik,
maka hasilnyapun baik pula bagi anak.[6] Akan
tetapi karena keterbatasan orang tua dalam mengajar dan mendidik anak, maka
untuk kelanjutan pendidikan memerlukan bantuan orang(guru/ustadz/kyai) untuk
memberi pendidikan yang intensif. Hal ini dilakukan karena anak harus disiapkan
sedini mungkin secara terarah, teratur dan disilin agar dapat bertahan dalam
kehiduan yang dinamis dan mampu mengantisipasi dari godaan dan hal-hal yang
dapat merusak keimanan.
Dalam era globalisasi ini,
keterbukaan budaya sangat memengaruhi terhadap prilaku, sikap dan mental anak,
suasana lingkungan dan perkembangan teknologi membawa dampak yang besar
terhadak kehidupan kerohanian dan perubahan nilai-nilai. Bertolak dariinilah
orang tua dengan mutlak harus memberi bekal kerohanian kepada anak-anaknya.
Sebagaimana kita ketahui sifat meniru
anak sangatlah besar, baik pada orang tuanya, lingkungn dan hal-hal yang mereka
lihat, mereka dengar serta segala apa yang mereka alami.
Keluarga adalah sebagai suatu
masyarakat kecil, mempunyai peran bagi pendidikan akhlak anak-anak, karena bagi
anak, keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam interaksi.
Orang tua merupakan sebutan yang
ditunjukan pada ayah dan ibu yang mempunyai anak, mempunyai eranan yang sangat
penting dalam mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang baik, berakhlakul
karimah. Karena keduanya merupakan orang yang sering diajak berinteraksi juga
menjadi figure yang selalu ditiru oleh anak.
Pendidikan anak, terutama pendidikan
akhlak bagi anak-anak menjadi sangat penting karena mereka akan menghadapi
suatu yang sama sekali berbeda dengan yang kita hadapi sekarang. Pembekalan
akhlak pada anak-anak menjadi dominant supaya mereka mampu bertahan hidup
dengan terhindar dari semua yang akan menjerumuskan mereka kedalam hal-hal yang
dilarang agama.
Mengingat begitu pentingnya
pendidikan akhlak yang dilakukan dari sebuah latanan yang paling kecil yaitu
keluarga, maka banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menekankan
pentingnya pendidikan akhlak, yang salah satunya terdapat dalam surat an-Nisa’
ayat 36. dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa akidah sangat erat kaitannya
dengan ibadah dan akhlak. Sesudah kita diperintahkan untuk menyembah Allah dan
dilarang menyekutukan-Nya dengan sesuatu apaun, baik itu waktu, jabatan,
pekerjaan, kesenangan, kedudukan, berhala ataupun yang lain; lalu kita
dierintahkan agar berbakti kepada orang tua, menjalin hubungan baik dengan
karib kerabat, dengan orang-orang miskin, tetangga dekat ataupun jauh, teman
sejawat, orang yang kehabisan bekal diperjalanan atau ibnu sabil, bahkan dengan
hamba sahaya yang kita milikpun kita tetap harus bergaul dengan akhlak yang
mulia.
Pokok-pokok pikiran di atas mendorong
penulis untuk mengkaji lebih jauh bagaimana eranan keluarga terutama orang tua
kaitannya dengan pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat an-nisa’ ayat
36.
B.
Perumusan
Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka
rumusan masalah yang perlu dikaji dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud keluarga?
2.
Apakah
yang dimaksud pendidikan akhlak pada anak-anak?
3.
Bagaimana
kandungan surat An-Nisaa’ ayat 36 dikaitkan dengan peranan keluarga dalam
pendidikan akhlak anak-anak?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan
dari penelitian ini sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui tentang keluarga.
2.
Untuk mengetahui tentang pendidikan
akhlak yang diterapkan pada masa anak-anak.
3.
Untuk mengetahui peranan keluarga
kaitannya dengan pendidikan akhlak anak yang terkandung dalam surat an-Nisaa’
ayat 36.
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah diharapkan dapat berguna terutama bagi diri penulis sendiri untuk dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan dapat pula menjadi
bahan masukan
dalam membina keluarga terutaman dalam hal mendidik anak-anak
D.
Kerangka
Penelitian
Menurut M. Athiyah Al Abrasyi
pendidikan adalah kegiatan yang diarahkan terhadap tercapainya manusia yang
berakhlak. Pernyataan ini akan dapat dengan mudah dicapai apabila ditunjang
dengan kegiatan seperti kemampuan membaca yaitu, kecepatan membaca dan
pemahaman isi secara keselurhan[7]
Penguasaan mata
pelajaran bukan semata pada kemampuan menghapal konsep demi konsep tetapi harus
mampu mengimplementasikannya dalam bentuk karya nyata, sikap kesadaran yang tinggi
dalam tingkah laku yang baik. Sikap dan tingkah laku yang baik disebut dengan
akhlak
Akhlak kata dasarnya adalah
“khalaqun” dan “makhluqun” kata sifatnya adalah “akhlaqun” [8]. Akhlak
adalah nilai pribadi dan harga diri seseorang, maka orang yang tidak berakhlak
hilanglah harga dirinya di hadapan Allah SWT, di hadapan masyarakat, bahkan
dalam lingkungan keluarganya sendiri, akhlak itu merupaka sifat yang tumbuh dan
menyatu dalam diri seseorang.
Akhlak merupakan perangkat tata nilai
yang bersifat samawi dan ajali yang mewarnai cara berpikir, bersikap dan
bertindak seseorang muslim terhadap dirinya, terhadap Allah, dan Rasulnya,
terhadap sesama dan terhadap lingkungannya[9]
Pada situasi yang
ideal siswa yang menguasai mata pelajaran Pendidikan Agama Islam secara kognitif baik, seharusnya penguasaan
apektifnya pun harus baik pula. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pada
situasi riil bisa saja terjadi siswa yang secara kognitif mengusai mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
baik tetapi tidak mampu menghayati pengetahuannya ke dalam asfek apektif atau
tingkah laku sehari–hari. Demikian juga bisa saja terjadi siswa yang kurang
menguasai mata pelajaran Pendidikan Agama Islam secara kognitif dengan baik
tetapi ia mampu menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam praktik tingkah
laku sehari–hari.
Kehidupan dan peradaban manusia di
awal millennium ketiga ini memang banyak mengalami perubahan. Dalam merespon
fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan pendidikan baik di bidang ilmu-ilmu
sosial, ilmu alam, ilmu pasti maupun ilmu-ilmu terapan. Namun bersamaan dengan
itu muncullah sejumlah krisis multi dimensi misalnya krisis politik, ekonomi,
sosial, hukum, etnis agama, golongan dan ras. Akibatnya peranan serta
efektivitas pendidikan agama di sekolah sebagai pemberi nilai spiritual
terhadap kesejahteraan masyarakat dipertanyakan. Dengan asumsi bahwa jika
pendidikan agama dilaksanakan dengan baik, maka seharusnya kehidupan
masyarakatpun seharusnya lebih baik pula.
Pendidikan agama dalam kenyataannya
dinilai kurang memberikan konstribusi positif kearah itu. Setelah ditelusuri
ternyata pendidikan agama menghadapi berbagai kendala, antara lain; alokasi
waktu yag disediakan kurang memadai sementara muatan materi yang begitu padat
dan penting, serta menuntut pemantapan pengetahuan hingga mengarah kepada
pembentukan karakter, watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan
terhadap mata pelajaran yang lainnya.
Berdasarkan
uraian konsep di atas secara logika dapatlah kita katakana bahwa peranan
penguatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam banyak atau sedikitnya akan
memberikan pengaruh terhadap penguasaan keterampilan beragama siswa. Dengan
kata lain bahwa penampilan seorang siswa akan berkaitan dengan tingkat
pemahaman materi pembelajaran.
Untuk memperjelas pengertian dan
pemahaman serta menghindari adanya mis under standing dalam judul
skripsi ini; Peran Keluarga Dalam Pendidikan Akhlak Anak-anak (Studi Analisis
Surat an-Nisa’ ayat:36), maka penulis memandang perlu memperjelasnya.
Istilah-istilah yang dimaksud adalah:
1.
Peranan
Keluarga
Peranan keluarga terdiri dari dua
kata yaitu peranan dan keluarga. Peranan berasal dari kata “peran” yang
berarti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat . sedang “peranan” yang mendapat akhiran –an-
berarti bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.
Sedangkan Keluarga adalah ibu, bapak
dan anaknya.. (keluarga pokok).
Menurut Hasan Langgulung, keluarga
adalah unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat dimana
hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian besarnya, bersifat
hubungan-hubungan langsung.[10]
2.
Pendidikan
Akhlak Anak-Anak
Pendidikan adalah upaya membantu
peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, nilai, sikap dan ola
tingkah laku yang berguna bagi hidupnya.
Sedangkan akhlak
secara bahasa dapat diartikan sebagai “budi pekerti kelakuan, watak”
Secara definitif, akhlak adalah “budi
pekerti, watak, kesusilaan (berdasarkan moral dan etik) yaitu kelakuan yang
baik merupakan akibat sikap jiwa yang benar terhadap khalik dan terhadap semua
manusia. Anak adalah keturunan kedua, yang masih kecil.
Anak menurut
Saatra Praja adalah “masa dalam periode Perkembangan dari berakhirnya masa bayi
atau umur (3-0) hingga menjelang masa pubertas. sedangkan masa pubertas menurut
Aristoteles adalah umur 14,0-21,0 tahun.
Ketiga pengertian
diatas yaitu pendidikan akhlak dan anak, maka dapat dipahami sebagai proses
pengubahan cara berfikir atau tingkah laku anak dalam upaya pembinaan
nilai-nilai akhlak yang baik, baik itu terhadap kholiknya maupun sesame
manusia.
Jadi kedua rangkaian di atas peranan keluarga dan pendidikan akhlak
anak-anak adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh anggota
keluarga terutama ayah-ibu dalam membina cara berfikir atau tingkah laku anak
dalam upaya pembinaan nilai-nilai akhlak yangbaik; lalu dihubungkan dengan
pendidikan akhlak yang terkandungdalam surat an-Nisa’ ayat 36.
E.
Metode
Penelitian
1.
Jenis
Penelitian Data
Dalam pengumpulan
data, penulis menggunakan jenis penelitian pustaka (library research),
yakni mencari data dengan cara melakukan penelusuran terhadap buku-buku,
terhadap sejumlah tulisan perustakaan dan menelaahnya.[11]
2.
Sumber
Kajian
Dalam skripsi ini penulis mengambil sumber kajian dari :
a.
Tafrir
Al-Maraghi
b.
Tafsir
Al-Qur’an Majid
c.
Tafsir
Al-Ahzar
3
Analisis
Dalam menganalisis dan menggunakan metode sebabai
berikut :
Metode tafsir tahlilii (Analisis)
a.
Metode
tahlilii adaah menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan mempaparkan segala
aspek yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[12]
b.
Metode
Conect Analisis
Yaitu metode yang digunakan untuk
menganalisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi
Secara khusus metode ini penulis terapkan pada bab IV
dimana penulis berusaha menganalisis isi uraian mengenai pemahaman.
F.
Sistematika
Penulisan Skripsi
Untuk mendapatkan gambaran yang mudah
dalam memahami seluruh skripsi ini, maka penulis memformulasikan pembahasan
dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang berisikan
garis besar keseluruhan ini isi skripsi ini yang terdiri dari; latar belakang
masalah, pengesahan istilah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulsan skripsi.
Bab II : Bab ini membahas mengenai
penafsiran sutar an-Nisaa’ ayat 36 tenyang pendidikan akhlak Yang meliputi ;
bunyi ayat surat an-Nisaa’ ayat 36, munasabah ayat, penafsiran para mufasir,
dan isi kandungan ayat.
Bab III : dalam bab ini membahas
tentang keluarga dan pendidikan akhlak yang meliputi, pertama, keluarga,
yang mencakup : pengertian keluarga, dasar dan tujuan keluarga serta fungsi
keluarga. Kedua, pendidikan akhlak, yang mencakup; pengertian pendidikan
akhlak, metode pendidikan akhlak.
Bab IV : Berisi analisis, terdiri
dari peranan keluarga terhadap pendidikan akhlak anak, sasaran pendidikan akhlak
anak dalam surat an-Nisaa’ ayat 36 yang meliputi ; mendidik ketauhidan, berbuat
baik keada orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga jauh dan dekat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Tidak
boleh berbuat sombong dan tidak boleh ujub (membanggakan diri).
Untuk dapat melihat keseluruhan isi semua bab, silahkan hubungi via email : mahmud_menes@yahoo.com
[1] Drs. Masjfuk Zuhdi, Studi islam Jilid III: Muamalah,
rajawali pres, Jakarta, 1978, hal:183
[2] Ayah adalah orang tua kandung “yang sebenarnya” laki-laki, sedang
ibu adalah orang perempuan yang telah melahirkan seseorang. Keduanya adalah
yang paling berperan dalam mencukupi bebutuhan materi maupun spiritual terhadap
anaknya dalam lingkungan keluarga.
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan
penyelengara dan Penterjemah Al-Qur’an, Jakarta, 1994, hlm. 264
[4] M. Nipan Abdul Halim, Anak shaleh Dambaan Keluarga
[5] Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm 116
[6] Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah Dan
Masyarakat, Gema Insani press, Jakarta, 1999, halm.144
[7] Ibnu Sahmun, 1977, Al-tarbiyah Al-Islamiyah F Al-Islam, Kairo,
tt b, hal. 112
[8] Mohamad irfan dan Mastuki HS,2000 Teologi Pendidikan, Tauhid
Sebagai paradigma Pendidikan Islam, Jakarta, Friska Agung, hal. 11
[9] Fuat Nashori, 1994, Paradigma psikologi Islam, Yoyakarta,
SIPRES, hal. 142
[10] Hasan Langgulung, Prof. Dr., Manusaia dan Pendidikan Suatu
Analisa Psikologi dan Pendidikan, Pustaka al-Husna, Jakarta, 1995, hlm 140
[11] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,
Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1987, hlm. 45
[12] Nasrudin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Pustaka
Pelajr, Yogyakarta, 1998, halm. 31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar