Kamis, 29 November 2012

Memebaca Cepat



a.       Definisi Membaca Cepat
Bloomfield dan Barnhart (1961) mengemukakan bahwa membaca tidak melibatkan apa-apa selain korelasi kesan bunyi dengan citra visual yang berkesesuaian. Secara berbeda, Bennette (1997) menyatakan bahwa membaca adalah proses visual - visi adalah proses simbolis melihat aitem atau simbol dan menerjemahkannya menjadi sebuah gagasan atau gambar. Gambar diproses menjadi konsep dan dimensi keseluruhan pemikiran.
Ahuja dan Ahuja (2007) mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu keterampilan kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Dengan kata lain, proses membaca adalah proses ganda, meliputi proses penglihatan dan proses tanggapan. Sebagai proses penglihatan, membaca bergantung pada kemampuan melihat simbol-simbol. Proses membaca merentang dari yang paling sederhana, yaitu men-dekode kata-kata hingga perluasan dan pengembangan interpretatif di luar pesan penulis berangkat dari latar belakang pengalaman pembaca. Pen-dekode-an adalah proses mengubah simbol-simbol visual ke dalam pola-pola auditori, sedangkan perluasan dan pengembangan interpretatif melibatkan membaca kritis atau terkadang kreatif. Ternyata membaca bukanlah suatu kemampuan tunggal. Membaca juga menggabungkan banyak komponen kecil yang jika dipadukan bersama memungkinkan membaca berlangsung. Membaca adalah sekelompok keterampilan yang memasukkan di dalamnya keterampilan pengenalan kata, kosakata, membaca untuk menemukan makna utuh, membaca untuk mencari gagasan pokok, memahami informasi faktual spesifik, mengikuti petunjuk, pengajaran dan arahan.
Smith dan Dechant (1961) berpendapat bahwa, untuk mendiskusikan perihal kecepatan membaca, sudah seharusnya kecepatan memahami bahan bacaan dimasukkan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Nurhadi (1987) mendefinisikan membaca cepat sebagai membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahaman. Dua aspek yang menjadi kunci dalam definisi tersebut adalah kecepatan yang memadai dan persentase pemahaman yang tinggi. Hal senada juga dikemukakan oleh Soedarso (2010) bahwa dalam membaca cepat terkandung di dalamnya pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukan kecepatannya.
Berdasarkan beberapa definisi dan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah membaca dengan kecepatan yang memadai sesuai dengan tujuan membaca sehingga diperoleh persentase pemahaman yang tinggi.
b.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Membaca
Dechant (1973) berpendapat bahwa kecepatan membaca akan selalu bergantung pada tujuan, kecerdasan, pengalaman, pengetahuan pembaca dan tingkat kesulitan bahan bacaan.  Kecepatan selalu bergantung pada motivasi, keadaan psikologis dan fisik pembaca, penguasaan keterampilan dasar membaca, dan format bahan bacaan.
Secara spesifik, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca dan pemahaman bacaan dikemukakan oleh Shores (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007), antara lain: ukuran huruf, model huruf, kehitaman dan ketajaman cetakan, mutu dan sifat kertas, ukuran halaman, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul, kejelasan tulisan, bidang pengetahuan, kompleksitas gagasan, gaya menulis pengarang, jenis tulisan (puisi, narasi, atau deskriptif/paparan), kepribadian penulis, perasaan pembaca (mengantuk, waspada, tenang, gelisah), kemampuan mental pembaca, keterampilan membaca, lingkungan tempat membaca, latar pengalaman membaca, tujuan dan minat pada bidang atau ranah karya bahan yang sedang dibaca, dan keakrabannya dengan kekhasan gaya pengarang dan pengalimatannya.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi membaca cepat adalah sebagai berikut:
a.       Tujuan membaca
b.      Kecerdasan
c.       Latar belakang pengalaman dan pengetahuan pembaca
d.      Kondisi psikologis pembaca saat membaca
e.       Kondisi fisik pembaca saat membaca
f.       Penguasaan keterampilan dasar membaca
g.      Format bahan bacaan, meliputi ukuran huruf, model huruf, tingkat kehitaman, ukuran kertas, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul
h.      Tingkat kesulitan bahan bacaan, meliputi kompleksitas gagasan bahan bacaan, jenis bahan bacaan, dan gaya penulisan pengarang
i.        Lingkungan tempat membaca.
c.       Tingkatan Kecepatan Membaca
Bond dan Tinker (1967) menyatakan bahwa:
“Definisi kecepatan membaca harus diredefinisikan sebagai kecepatan memahami bahan-bahan tercetak dan tertulis.”

Menurut Hafner dan Jolly (1972), angka kecepatan membaca yang efisien adalah kecepatan wajar maksimum yang dapat diterapkan oleh pembaca untuk mendapatkan makna yang diharapkan dari kandungan bacaan. Hafner dan Jolly selanjutnya menjelaskan bahwa kata wajar (tidak dipaksakan) didefinisikan sebagai peringatan bahwa ketika seorang pembaca terlalu mementingkan pada mekanika, maka ia tidak mungkin tiba pada makna. Definisi itu menyiratkan bahwa kecepatan membaca efisien setiap pembaca kemungkinan berbeda.

Nurhadi (1987) membagi kecepatan membaca menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a.       Rendah                                                : 175-250 kata per menit
b.      Sedang atau cukup memadai              : 250-350 kata per menit
c.       Tinggi atau efektif                              : 400-500 kata per menit atau lebih
Kecepatan membaca yang memadai untuk setiap jenjang pendidikan berbeda-beda. Kecepatan membaca siswa kelas akhir sekolah dasar atau siswa setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama dianggap memadai bila berkisar sekitar 200 kata per menit. Siswa sekolah lanjutan atas dianggap memiliki kecepatan membaca yang memadai bila mampu membaca sekitar 250 kata per menit. Untuk mahasiswa sekitar 325 kata per menit, sedangkan mahasiswa pascasarjana dan program doktor sekitar 400 kata per menit. Bagi orang dewasa (tidak bersekolah), kecepatan itu bisa turun kembali dan dianggap memadai pada kecepatan 200 kata per menit. Kecepatan membaca tersebut harus diikuti oleh tingkat pemahaman terhadap bacaan 50% atau 40-60% (Nurhadi, 1987).
d.      Cara Mengukur Kecepatan Membaca
Kecepatan membaca biasanya diukur dengan berapa banyak kata atau yang terbaca setiap menitnya, dengan pemahaman rata-rata 50%, atau dengan kata lain berkisar antara 40% sampai 60%. Pada taraf pemahaman sekian, kecepatan membaca dianggap memadai (Nurhadi, 1987).
Menurut Nurhadi (1987), cara mengukur kecepatan membaca adalah sebagai berikut:
a.       Mencatat waktu mulai membaca (jam …, menit …, detik ….).
b.      Menandai di mana awal membaca (lebih mudah bila dimulai dari judul bacaan).
c.       Membaca teks dengan kecepatan yang memadai.
d.      Menandai di mana akhir membaca (pada kalimat akhir, jika bacaannya pendek).
e.       Mencatat waktu berakhirnya membaca (jam …, menit …, detik …).
f.       Menghitung berapa waktu yang diperlukan (dalam detik).
g.      Menghitung jumlah kata dalam teks yang dibaca (termasuk tanda baca).
h.      Mengalikan jumlah kata dengan bilangan 60 (1 menit = 60 detik). Hasil perkalian merupakan jumlah total kata.
i.        Membagi hasil perkalian dengan jumlah waktu yang diperlukan untuk membaca. Hasilnya adalah “jumlah kata per menit”.
Bila digambarkan proses di atas adalah seperti di bawah ini:
a.       Saat akhir membaca  : jam …, menit …, detik …
Saat mulai membaca  : jam …, menit …, detik …
Waktu yang diperlukan  : ………………… detik
b.      Jumlah kata x 60 menit = jumlah total kata
Jumlah total kata : waktu yang diperlukan = jumlah kata per menit.
Secara lebih sederhana, Soedarso (2010) mengemukakan rumus untuk mengukur kecepatan membaca sebagai berikut:
Jumlah kata yang dibaca            x 60 = jumlah kata per menit (kpm)
Jumlah detik untuk membaca
e.       Fleksibelitas Kecepatan Membaca
Fleksibelitas dalam membaca adalah keterampilan membaca setiap bahan bacaan tidak dengan cara yang sama (Ahuja & Ahuja, 2007). Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, dan sejauh mana keakraban dengan bahan tersebut. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan (Soedarso, 2010).
Temuan riset memperlihatkan bahwa kebanyakan pembaca tidak memiliki fleksibelitas dalam membaca. Harris (dalam Ahuja & Ahuja, 2007) melaporkan bahwa kebanyakan pembaca tidak fleksibel dalam kecepatan membaca. Kebanyakan pembaca cenderung mempertahankan satu pendekatan karakteristik dan menggunakan satu kecepatan yang relatif tetap untuk setiap jenis bahan bacaan. McDonald (dalam Ahuja & Ahuja, 2007) meneliti lebih dari 8.000 pembaca tingkat sekolah dasar, lanjutan, perguruan tinggi dan orang dewasa. Dia menemukan bahwa lebih dari 90% dari mereka cenderung mempertahankan pendekatan karakteristik dan relatif tidak mengubah kecepatan membaca mereka untuk semua jenis bacaan yang diujicobakan, kendatipun ada perbedaan tujuan dan variasi tingkat kesulitannya, serta gaya dan isi bacaan.
f.       Hambatan Membaca Cepat
Ahuja dan Ahuja (2007) mengemukakan, ada beberapa penghalang membaca cepat yang mempengaruhi efisiensi membaca. Penghalang-penghalang itu antara lain vokalisasi, gerakan bibir, berbicara atau mendengar dalam hati, goyangan kepala, tunjuk jari, membaca kata per kata, analisis kata, pemblokan mata, mundur ke belakang dan membaca ulang. Tingkat kesulitan bahan bacaan dan kekurangan motivasi. Tingkat kesulitan bahan bacaan dan kekurangan motivasi di pihak pembaca juga mempengaruhi efisiensi membaca.
Soedarso (2010) mengemukakan ada enam penghambat seseorang untuk membaca cepat, yaitu:
a.       Vokalisasi
Vokalisasi atau membaca dengan bersuara berarti mengucapkan kata demi kata dengan lengkap. Hal ini memperlambat membaca. Menggumam, sekalipun dengan mulut terkatup dan suara tidak terdengar, termasuk membaca dengan bersuara. Cara mengidentifikasi vokalisasi yaitu dengan meletakkan tangan di leher saat membaca. Apabila terasa getaran di jakun, hal tersebut berarti membaca dengan bersuara atau vokalisasi. Adapun cara untuk menghilangkan kebiasaan ini adalah dengan meniup atau membentuk bibir seperti bersiul saat membaca sembari meletakkan tangan di leher untuk memastikan tidak ada getaran di jakun.
b.      Gerakan bibir
Orang dewasa ada yang meneruskan kebiasaan di waktu kecil, yaitu mengucapkan kata demi kata apa yang dibaca dengan menggerakkan bibir. Menggerakkan bibir atau komat-kamit sewaktu membaca, sekalipun tidak mengeluarkan suara, sama lambatnya dengan membaca bersuara. Kecepatan membaca bersuara ataupun dengan gerakan bibir hanya seperempat dari kecepatan membaca secara diam. Dengan menggerakkan bibir, seseorang lebih sering regresi (kembali ke belakang), sebab ketika mata dapat dengan cepat bergerak maju, suara masih di belakang.
Cara menghilangkan kebiasaan membaca dengan gerakan bibir, berikut merupakan beberapa alternatif pilihan cara mengatasinya:
1)      Merapatkan bibir kuat-kuat, tekankan lidah ke langit-langit mulut.
2)      Mengunyah permen karet.
3)      Menggunakan pensil atau sesuatu yang lain yang cukup ringan, lalu dijepit dengan kedua bibir (bukan gigi), usahakan agar pensil tidak bergerak.
4)      Mengucapkan berulang-ulang, “satu, dua, tiga.”
5)      Membuat gerakan bibir bersiul, tetapi tanpa suara.
c.       Gerakan kepala
Sewaktu kanak-kanak, penglihatan sukar menguasai seluruh penampang bacaan. Akibatnya adalah menggerakkan kepala dari kiri ke kanan untuk dapat membaca baris-baris bacaan secara lengkap. Setelah dewasa, penglihatan telah mampu secara optimal, sehingga seharusnya cukup mata saja yang bergerak.
Cara menghilangkan kebiasaan menggerakkan kepala, berikut merupakan beberapa alternatif pilihan cara mengatasinya:
1)      Meletakkan telunjuk jari ke pipi dan menyandarkan siku tangan ke meja selama membaca, apabila terasa tangan terdesak oleh gerakan kepala, sadarlah dan hentikan gerakan tersebut.
2)      Tangan memegang dagu seperti membelai-belai jenggot dan apabila kepala bergerak, sadarlah dan hentikan gerakan tersebut.
3)      Meletakkan ujung telunjuk jari di hidung, bila kepala bergerak akan segera disadari dan hentikan gerakan tersebut.
d.      Menunjuk dengan jari
Sewaktu baru belajar membaca, individu harus mengucapkan kata demi kata yang dibaca dengan bantuan jari atau pensil yang menunjuk kata demi kata tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada kata yang terlewati. Oleh karena cara tersebut dipraktikkan terus-menerus dan tidak ada yang memberikan petunjuk lebih lanjut bahwa hal tersebut tidak perlu lagi dilakukan apabila telah pandai membaca, akhirnya cara itu menjadi kebiasaan dan dilakukan sampai dewasa.
Cara membaca menunjuk dengan jari atau benda lain sangat menghambat, sebab gerakan tangan lebih lambat daripada gerakan mata. Kebiasaan tersebut dapat dihilangkan dengan cara yang mudah sebagai berikut:
1)      Kedua tangan memegang buku yang dibaca.
2)      Memasukkan tangan ke saku selama membaca.
e.       Regresi
Selama membaca, mata bergerak ke kanan untuk menangkap kata-kata yang terletak berikutnya. Akan tetapi, mata sering bergerak kembali ke belakang untuk membaca ulang suatu kata atau beberapa kata sebelumnya. Kebiasaan selalu kembali (regresi) ke belakang untuk melihat kata atau beberapa kata yang baru dibaca merupakan hambatan yang serius dalam membaca.
Keinginan untuk melihat ke belakang antara lain terdorong karena kurang percaya diri, merasa kurang tepat menangkap arti, merasa kehilangan sesuatu, atau salah membaca sebuah kata. Kebiasaan regresi disebabkan melamun. Secara mental individu mengerjakan hal lain di tempat lain sementara Universitas Sumatera Utara membaca. Regresi dapat dikurangi dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1)      menanamkan kepercayaan diri. Tidak berusaha mengerti setiap kata atau kalimat di paragraf dan tidak terpaku pada detail. Terus membaca, tidak mengikuti godaan untuk kembali ke belakang.
2)      menghadapi bahan bacaan. Tetap memperhatikan bahan bacaan yang dibaca.
3)      meneruskan membaca sampai akhir kalimat. Apa yang dipikir tertinggal akan muncul kembali. Terus membaca, seiring membaca selanjutnya individu akan menemukan apa yang dipikirnya hilang. Kemampuan otak dan mata jauh melampaui perkiraan. Oleh karena itu, terus paksakan membaca. Dengan demikian, individu akan mengganti kebiasaan lama dengan yang baru.
f.       Subvokalisasi
Subvokalisasi atau melafalkan dalam batin/pikiran kata-kata yang dibaca juga dilakukan oleh pembaca yang kecepatannya telah tinggi. Subvokalisasi juga menghambat karena individu menjadi lebih memperhatikan bagaimana melafalkan secara benar daripada berusaha memahami ide yang dikandung dalam kata-kata yang dibaca. Menghilangkan sama sekali cara membaca dengan melafalkan dalam batin apa yang dibaca memang tidak mungkin, tetapi masih dapat diusahakan dengan cara melebarkan jangkauan mata sehingga satu fiksasi (pandangan mata) dapat menangkap beberapa kata sekaligus dan langsung menyerap idenya daripada melafalkannya

Tidak ada komentar: