Makalah


  1. Definisi Ibadah, Pembagian Ibadah, Ruang Lingkup Ibadah, dan Tujuan Ibadah unduh
  2. Iman Kepada Para Malaikat Allah SWT unduh  
  3. SHALAT JAMA’, QASHAR DAN KHAUF 


  4.  
    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1.           Latar Belakang
    Agama Islam berasal dari Allah. Memahami Islam secara benar akan mengantarkan umatnya untuk mengamalkannya secara benar pula. Sekarang ini problematika umat yang mendasar yaitu ketidak fahaman terhadap Al Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu memahami “Dinnul Islam” adala suatu keharusan bagi umat Islam.
    Terminologi Islam secara bahasa (secara lafaz) memiliki beberapa makna. Makna-makna tersebut ada kaitannya dengan sumber kata dari "Islam" itu sendiri, yang notabene berasal dari bahasa Arab. Islam terdiri dari huruf dasar (dalam bahasa Arab): "Sin", "Lam", dan "Mim". Beberapa kata dalam bahasa Arab yang memiliki huruf dasar yang sama dengan "Islam", memiliki kaitan makna dengan Islam. Dari situlah kita bisa mengetahui makna Islam secara bahasa. Jadi, makna-makna Islam secara bahasa antara lain: Islamul wajh (menundukkan wajah), Al istislam (berserah diri), As salamah (suci bersih), As Salam (selamat dan sejahtera), As Silmu (perdamaian), dan Sullam (tangga, bertahap, atau taddaruj).
    Dalam makalah ini kami hanya akan mengemukakan makna islam yang pertama yakni Islamul Wajh (menundukkan wajah).

    1.2.           Rumusan Masalah
    Dari latar belakang di atas kami mencoba untuk merumuskan masalah antara lain :
    1.      Apakah makna islam menurut Al-qur’an (menurut para mufasirin) ?

    1.3.           Tujuan Penulisan Makalah
    Penulisan makalah ini bertujuan untuk lebih menambah pembendaharaan wawasan kita terhadap salah satu cabang ilmu Ulumul Qur’an dan juga memberikan stimulasi (rangsangan) konstruktif terhadap mahasiswa mahasiswi peserta diskusi akan pentingnya mempelajari dan memahami cabang ilmu Ulumul Qur’an, dalam hal ini tentang makna Islam dalam Al-Qur’an. Adapun tujuan khususnya adalah :
    1.      Memahami makna Islam dalam Al-Qur’an.

    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1.           Dasar dan Urgensi Pembahasan Makna Islam dalam Al-Qur’an
    2.1.1.     Dasar Pembahasan
    Diantara faktor yang mendasari urgensi pembahasan Makna Islam dalam Al-Qur’an adalah kenyataan bahwa persoalan ini merupakan salah satu diantara cabang – cabang pokok bahasan Ulumul Qur’an (Ilmu Tafsir).

    2.1.2.     Urgensi Pembahasan
    Urgensi pembahasan Makna Islam ini dilihat dari dua tataran, yaitu :
    1.      Tataran Teologis
    Memahami makna islam akan semakin menambah kadar keimanan seorang muslim. Jika seseorang memahami makna Islam ini (Islamul wajh), niscaya segala perbuatannya tidak akan keluar dari batasan-batasan Islam.

    2.      Tataran Akademis
    Memahami makna islam akan semakin memperkaya khazanah keilmuan keislaman.


    2.2.           Ayat Pertama QS : Al-Baqarah ayat 208
    $ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷Š$# Îû ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$Ÿ2 Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ  
    Artinya :
    “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” {QS : Al-Baqarah ayat 208}

    Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 208 Ar-Razi[1] mengatakan:
    Ketahuilah bahwasanya setelah Allah Ta’ala menghikayatkan tentang orang munafik yang berjalan di bumi untuk membuat kerusakan di dalamnya dan membinasakan tumbuh-tumbuhan dan ternak, Allah memerintahkan orang-orang mukmin dengan yang sebaliknya, yaitu menyesuaikan (muwâfaqah fî) dengan Islam dan syariah-syariah-Nya. Allah berfirman yang artinya :{Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu}[2] Tentang tafsir ayat ini adalah beberapa persoalan:
    Persoalan Pertama, Ibnu Katsir, Nâfi’, dan dan al-Kisâ`î membaca {السلم} dengan memfathahkan huruf sîn. Hal ini seperti pada firman Allah : {wa in janahû li al-salmi} [al-Anfâl:61] serta Firman-Nya: {watad’û ilâ al-salmi} [Muhammad:35]. ‘Âshim, menurut riwayat Abû Bakr bin ‘Iyâsy, membaca {al-silmi} dengan mengkasrah sîn fî al-kasili. Hamzah dan al-Kisâi membacanya dengan mengkasrah sîn hanya pada ayat di al-Baqarah ini, serta membaca kasrah sîn pada surat al-Anfâl dan surat Muhammad. Sementara itu dzâhibûn berpendapat bahwasanya kata tersebut memiliki dua logat, yaitu dengan kasrah dan fathah pada sîn, seperti rathl dan rithl, jisr dan jasr. A’masy membacanya dengan fathah pada sîn dan lâm.
    Persoalan Kedua, asalnya kalimat ini min al-inqiyâd. Allah Ta’ala berfirman : {idz qâla lahû aslim qâla aslamtu liRabb al-‘âlamîn} [al-Baqarah:131]. Dan Islam hanya dinamakan Islam dengan makna ini karena dalam al-shulh (perdamaian) masing-masing pihak yunqâdu kepada temannya dan tidak berselisih di dalamnya. Abû ‘Ubâdah berkata : ada tiga logat tentang ini : al-silm, al-salm, dan al-salam.
    Persoalan Ketiga, di dalam ayat ini ada kemusykilan, yaitu bahwa banyak mufasir membawa makna al-silm kepada Islam, sehingga ayatnya menjadi : {Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan}. Sedangkan iman adalah Islam. Dan telah diketahui bahwa hal itu tidak boleh. Karena persoalan ini para mufassirin dan semacamnya menyebutkan tafsir ayat ini:
    Pertama, bahwa maksud ayat ini adalah orang-orang munafik, sehingga tafsirnya mejadi: Hai orang-orang yang beriman hanya dengan mulutnya, masuklah kamu dengan keseluruhannya dalam Islam, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan, yaitu mengikuti tazyînah dan tipu dayanya dalam berdiri di atas nifâq. Yang menyatakan tafsir ini berhujah tentang kesahihannya dengan (menyatakan bahwa) ayat ini datang setelah sebelumnya menyebutkan orang-orang munafik, yaitu firman Allah: {wamin al-nâs man yu’jibuka qawluhu} [al-Baqarah:204]. Setelah menyifati orang munafik dengan sifat yang telah disebutkan, di dalam ayat ini Allah menyeru kepada iman dengan kalbu dan meninggalkan nifâq.
    Kedua, bahwasanya ayat ini turun berkenaan dengan sekelompok muslimin dari ahli kitab seperti ‘Abdullâh bin Salâm dan teman-temannya. Hal itu karena setelah mereka beriman kepada Nabi a.s. mereka masih mengagungkan syariat-syariat (Taurat): mengagungkan hari Sabtu, membenci daging dan susu onta dan, serta mengatakan: “Meninggalkan itu semua mubah di dalam Islam dan wajib di dalam Taurat, maka kami meninggalkannya sebagai kehati-hatian.” Allah Ta’ala membenci hal ini serta memerintahkan mereka masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, yaitu ke dalam syariat-syariat Islam secara keseluruhan dan tidak berpegang sedikit pun dengan hukum-hukum Taurat baik secara i’tiqâd (keyakinan) maupun amal, karena telah dimansukh. {dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan} dengan tetap berpegang pada hukum-hukum Taurat setelah kalian tahu telah dimansukh. Orang-orang yang mengatakan hal ini menganggap kata {kâffah} sebagai sifat dari al-silm, seakan-akan dikatakan: masuklah ke dalam seluruh syariat-syariat Islam baik keyakinan maupun amal.
    Ketiga, bahwa seruan ini mengenai Ahli Kitab yang belum beriman kepada Nabi a.s. Firman-Nya: {hai orang-orang yang beriman}, yaitu dengan kitab sebelumnya {masuklah kalian ke dalam Islam secara kâffah}, yaitu sempurnakan ketaatan kalian di dalam iman. Itu dilakukan dengan kalian beriman kepada seluruh Nabi-Nabi-Nya, kitab-kitab-Nya. Maka masuklah kalian ke dalam Islam secara sempurna dengan iman kalian kepada Muhammad a.s., kepada kitabnya, dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak setan dengan memandang indah dalam melakukan iqtishâr terhadap aturan-aturan Taurat disebabkan ia adalah aturan yang mereka semua sepakati bahwa hal itu adalah kebenaran sebab ia ada di dalam Taurat: “Berpegang teguhlah kepada hari Sabtu selama masih ada langit dan bumi.” Dengan susunan seperti itu, maksud dari langkah-langkah setan adalah syubhat-syubhat yang mereka pegang di dalam syariat yang tersisa itu.
    Keempat, seruan ini mengenai kaum Muslimin {hai orang-orang yang beriman} dengan mulut {masuklah kalian ke dalam Islam secara kâffah}, yaitu tetaplah di dalam Islam selama umur yang masih berlanjut dan janganlah keluar darinya dan dari sedikitpun syariat-syariatnya. {dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak setan}
    Dalam Tafsir Al-Mishbah[3] dikatakan :
    Hai orang-orang yang beriman, dengan ucapannya, baik yang sudah, maupun yang belum dibenarkan imannya oleh perbuatannya, masuklah kamu dalam kedamaian (islam)secara menyeluruh.
    Kata as-silm yang diterjemahkan dengan kedamaian atau Islam, makna dasarnya adalah damai atau tidak mengganggu. Kedamaian oleh ayat ini di baratkan berada suatu wadah yang dipahami kata fi, yakni dalam; orang yang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya ke dalam wadah secara menyeluruh, sehingga kesemua kegiatannya berada dalam wadah atau koridor kedamaian. Ia damai dengan dirinya, keluarganya, dengan seluruh manusia, binatang dan tumbuh-tumguhan serta alm raya, walhasil kaffah, yakni secara menyeluruh tanpa kecuali.
    Ayat ini menuntut setiap yang beriman agar melaksanakan seluruh ajaran Islam jangan hanya percaya dan mengamalkan sebagian ajarannya dan menolak atau mengabaikan sebagian yang lain. Ia dapat juga bermakna masuklah kamu semua kaffah tanpa kecuali, jangan seorang pun diantara kamu yang tidak masuk kedalam kedamaian/Islam.
    Karena syetan selalu menggoda manusia, baik yang durhka apalagiyang taat, mak Allah melanjutkan pesannya, dan janganlah kamu ikuti langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang permusuhannya nyata bagimu atau tidak menyembunyikan permusuhan kepadamu.
    Kata Khutuwat Asy-syathan / langkah-langkah syetan, megandung isyarat bahwa syetan dalam menjerumuskan manusia menempuh jalan bertahap, langkah demi langkah, menyebabkan yang dirayu tidak sadar bahwa dirinya telah terjerumus ke jurang kebinasaan.

    2.3.           Ayat Kedua QS : Al-Imron ayat 85
    `tBur Æ÷tGö;tƒ uŽöxî ÄN»n=óM}$# $YYƒÏŠ `n=sù Ÿ@t6ø)ムçm÷YÏB uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ƒÌÅ¡»yø9$# ÇÑÎÈ  
    Artinya :
    “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” {QS : Al-Imron ayat 85}

    Inilah hakikat yang diperingatkan kepada semua pihak yang enggan patuh seperti kepatuhan yang dijelaskan ayat diatas.
    Barang siapa mencari agama selain agam Islam, yakni ketaatan kepada Allah mencakup ketaatan kepada syariat yang ditetapkan-Nya, yang intinya dalah keimanan akan keesaan-Nya, mempercayai para Rasul, mengikuti dan mendukung mereka, tunduk serta patuh pula akan ketentuan-ketentuan-Nya yang berkaitan dengan alam raya, yang intinya adalah penyarasian diri dengan seluruh makhluk dalm sistem yang ditetapkannya, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu darinya dalam kehidupan dunia ini, dan dia-bila di dunia ini patuh kepada selain Allah hinggan kematiannya kelak di akhirat  termasuk orang-orang yang rugi karena semua amalnya tidak di terima Allah SWT, walaupun amal-amal itu baik dan bermanfaat untuk manusia. Kami hadapi segala amal kebaikan yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. Demikian FirmanNya dalam Q.S. Al-Furqon [25] : 23 Rasulullah SAW. Berasabda : “ Siapa yang mengamalkan suatu amal tidak bverdasrakan ketetapan Allah yang di tetapakannya kepada kita, maka amal itu tertolak”.
    Bisa jadi di dunia  dengan ukuran dunia dia tidak rugi, karena mendapat nama baik atau kedudukan yang tinggi. Tetapi di akhirat dia pasti rugi dan celaka.
    Sekali lagi kita bertemu dengan redaksi yang menggunakan patron seperti ayat 80 surat ini. Di sana penulis kemukakan pakar–pakar bahasa menyatakan bahwa patron kata yang dibubuhi penambahan huruf ta’ mengandung makna keterpaksaan dan rasa berat (hati,pikiran atau tenaga) untuk melakukannya. Nah, disini kata yabtaghi dibubuhi huruf  ta’, karena asalnya yabghi jika demikian, mencari agama selain agama islam merupakan suatu yang bertentangan dengan fitrah atau naluri normal manusia. Betapa tidak, bukankah fitrah manusia walau tidak suka pada akhirnya akan tunduk dan patuh kepada Allah SWT?
    Di atas terbaca juga adanya dua macam sanksi, yaitu sanksi duniawi dan sanksi ukhrawi yang penyebuatan dipisahkan dengan sanksi duniawai yaitu, sekali-kali tidak akan diterima, yang merupakan akibat pencarian agama selain Islam serta kepatuhan kepada selalin Allah, sedang dari sanksi ukhrawi, adalah dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi akibat patuh kepada selain Allah bukan Karena upaya mencari agam lain atau tuhan lain. Pemisahan ini memberi isyarat bahwa penyebab sanksi duniawi itu masih mungkin dapat dielakkan bila yang bersangkutan mau berpikir dengan sungguh-sungguh dan tenang, itu mengisyaratkan juga bahwa kerugian ukhrawi lebih besar dan tidak dapat dielakkan. Memang seorang yang murtad kemudian mati dalam kenurtadannya maka semua amalnya terhapus sedangkan mereka yang murtad kemudian menginsafi kesalahannya dan kembali memeluk islam, maka amal-amlanya yang lalu tidak terhapus.[4]














    BAB III
    PENUTUP
    Agama Islam berasal dari Allah. Memahami Islam secara benar akan mengantarkan umatnya untuk mengamalkannya secara benar pula. Sekarang ini problematika umat yang mendasar yaitu ketidak fahaman terhadap Al Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu memahami “Dinnul Islam” adalah suatu keharusan bagi umat Islam. Al Islam berasal dari akar kata salima, mengandung huruf-huruf :sin, mim dan lam. Dari ketiga huruf tersebut akan menurunkan kata-kata jadian yang kesemuanya memiliki titik temu (al istiqo al kabir).
    Dalam menganut agama Islam, kita jangan sampai hanya sekedar menganutnya tanpa mengetahui makna dari Islam itu sendiri. Karena tanpa mengetahui maknanya, maka bisa jadi kita hanya sekedar menganut tanpa mengamalkan ajaran Islam. Karena tidak mungkin seseorang melakukan suatu aktivitas atau amal tanpa dia mengetahui ilmunya. Mungkin inilah sebabnya mengapa umat Islam di negeri ini lebih banyak yang sekedar menganut agama Islam (baca: Islam KTP), ketimbang yang mengamalkan ajaran Islam. Untuk itu, marilah perlahan-lahan kita memahami apa makna dibalik kata "Islam" itu.








    DAFTAR PUSTAKA
    Al-Qur‘an dan Terjemahannya " Hadiah dari Khadim al Haramain asy Syarifain (pelayan kedua tanah suci) Raja Fahd idn 'abd al 'Aziz al sa'ud.
    Al-Qur’an dan Terjemahannya “ Departemen Agama RI
    Al-Qur’an Digital V.2.1
    Ar-Razi. Mafatih Al-Ghayb
    Shihab, Quraish. 2003. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan KeserasianAl Qur'an. Volume 2: Surah All Imron, Surah An-Nisaa. Jakarta: Lentera Hati.
    Sukmadjaja Asyarie-Rosy Yusuf. 1984. Indeks Al Qur'an. Jakarta: Balai Pustaka.





    [1] Dalam Mafatih Al-Ghayb karya Ar-Razi
    [2] QS : Al-Baqarah ayat 208
    [3] Quraish Shihab., Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an V.2.
    [4] Pendapat Imam Syafi’I (baca kembali QS : Al-Baqarah ayat 217)
     

Tidak ada komentar: